HUBUNGAN
PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN
TUBERKULOSIS
PARU PADA ANAK BALITA DI BALAI
PENGOBATAN
PENYAKIT PARU-PARU
AMBARAWA
TAHUN 2007
Oleh :
Erni Murniasih dan Livana
ABSTRACT
Background: Penyakit
TB paru sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Prevalensi
TB paru dari tahun ke tahun di kabupaten Semarang tetap tinggi meskipun
strategi penanganan yang diterapkan relatif sama, yaitu pencegahan dengan
imunisasi. Penemuan penderita dan pengobatan dengan strategi DOT atau pengobatan
dengan pengawasan minum obat secara
langsung. Pencegahan dengan imunisasi merupakan tindakan mengakibatkan
seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik, sehingga mampu
mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman dari luar. Imunisasi
terhadap penyakit TB adalah imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG) yang telah
diwajibkan di beberapa negara dan direkomendasikan di beberapa negara lainnya.
Penyakit TB banyak terjadi pada anak balita di kabupaten Semarang padahal anak balita tersebut sebagian besar sudah
divaksinasi BCG. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian ini
dengan tujuan mengetahui hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan
kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru Ambarawa. Penelitian
ini dilaksanakan tanggla 14 Mei-12 Juni 2007.
Methods: Penelitian
ini merupakan penelitian non eksperimen dengan design penelitian studi
komparatif yang bersifat Case Control (retrospektif) yang bertujuan untuk
mengetahui adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan kejadian TB
Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru Ambarawa. Penentuan
sampel secara Non Random Sampling jenis sampling jenuh. Subyek penelitian
(responden) pada semua anak balita yang sedang menjalani pengobatan di Balai
Pengobatan Penyakit Paru Ambarawa. Jumlah sampel sebanyak 94 responden (47
kasus dan 47 kontrol). Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuisioner yang
berbentuk pertanyaan tertutup yang diberikan kepada orang tua balita yang
memenuhi sampel.
Result : Hasil uji
statistik dengan menggunakan Rasio Odss (Ψ) dengan interval kepercayaan 95% dan
didapatkan hasil OR: 0,489. Hal ini berarti adanya hubungan antara pemberian
imunisasi BCG dengan kejadian TB Paru.Dengan demikian pemberian imunisasi BCG
dapat mengurangi resiko terjadinya TB Paru pada anak
balita.
Kata kunci: Imunisasi BCG, kejadian TB Paru.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Penyakit Tuberkulosis (TB) paru
sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Perhitungan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
kuman TB dengan sekitar 9 juta kasus baru Tuberkulosis setiap tahun. Artinya
ada satu orang yang terinfeksi kuman Mycobacterium Tuberkulosis setiap detik.
Kematian yang disebabkan oleh penyakit Tuberkulosis sekitar 1,6 juta per tahun
(Moedjiono, 2007; WHO 2006). Selain itu TB membunuh 1 juta wanita dan 100.000
anak setiap tahunnya. Tidak kurang dari 583.000 penderita paru dengan 262 BTA
positif dan 140.000 kematian terjadi akibat tuberkulosis pertahun. Pada anak
terdapat 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia karena
Tuberkulosis (WHO, 2003). Karena itulah pada tahun 1993 WHO mencanangkan
keadaan darurat global untuk penyakit Tuberkulosis (WHO,1994).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1995 di Indonesia menunjukkan bahwa Tuberkulosis merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernafasan pada semua golongan usia, dan nomor satu dari golongan penyakit
infeksi. Dalam pola penyakit tuberkulosis menempati urutan ketujuh dengan
prevalensi 4,2/1000 penduduk. Sedangkan survei lain menunjukkan bahwa
prevalensi Tuberkulosis Paru dengan BTA positif sebesar 2,5% yaitu suatu angka
yang cukup tinggi karena di seluruh dunia Pravelensi Tuberkulosis Paru sebesar
0,01% (Misnadiarly, 1994). Pada tahun 1994–1995 diperkirakan di Indonesia
terdapat 1,3 juta kasus tuberkulosis baru pada anak di bawah usia 15 tahun dan
merupakan 5–15% seluruh kasus TB (Santoso, 1994).
Pada tahun 2006 angka temuan kasus
baru (Case Detection Rate/CDR) di Indonesia sebesar 74% atau didapati 174.704
penderita baru dengan BTA/Basal Tahan Asam positif. Angka kesembuhannya(Sucses
Rate/SR) 89%.Hal ini melampaui target global, yaitu CDR 70% dan SR 85%. Angka
kejadian tuberkulosis menurun dari 128/100.000 penduduk pada tahun 1999 menjadi
107/100.000 penduduk pada tahun 2005. Dalam kenyataannya angka kejadian itu
tidak sama untuk seluruh Indonesia, dimana angka kejadian di Sumatera
160/100.000 penduduk, Jawa 107/100.000 penduduk, Yogyakarta/Bali 64/100.000
penduduk, dan kawasan Indonesia timur (Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku,
dan Papua) 210/100.000 penduduk (Depkes RI, 2007).
Pada tahun 2001 sampai dengan 2004
Prevalensi TB Paru di Kabupaten Semarang sebesar 2,8% dan pada tahun 2005
menurun sedikit menjadi 2,4% (Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005,2006),
tetapi belum mencapai target yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 0,01%.
Prevalensi TB Paru di Kabupaten Semarang dari tahun ketahun tetap tinggi
meskipun strategipenanganan yang diterapkan relatif sama, yaitu pencegahan
dengan Imunisasi (Expanded Programme on Imunization), penemuan penderita (Case
Detection) dan pengobatan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) atau pengobatan dengan pengawasan minum obat secara langsung.
Pencegahan dengan Imunisasi atau
vaksinasi merupakan tindakan yang mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan
tubuh yang lebih baik, sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit
atau masuknya kuman dari luar (Roitt, 1997). Vaksinasi terhadap penyakit
tuberkulosis adalah vaksinasi Bacillus Calmette-Guerin (BCG), yang telah
diwajibkan di 64 negara dan direkomendasikan di beberapa Negara lainnya
(Briassoulis, 2005). Indonesia telah melaksanakan vaksinasi BCG sejak tahun
1952.
Dari tahun 1952 sampai 1978
vaksinasi BCG diberikan secara dini (segera sesudah lahir). Dengan adanya
Program Pengembangan Imunisasi (PPI), pada tahun 1978 waktu pemberiannya diubah
menjadi BCG secara lambat (pada umur 3 bulan), meskipun belum ada kesatuan
pendapat antara para klinisi dan pemerintah. Pada tahun 1990 PPI mengubah
pemberian vaksinasi BCGmenjadi segera setelah lahir (dini) kembali (Lanasari,
1990).
Infeksi TB banyak terjadi pada
anak–anak yang sejak semula menghasilkan uji Mantoux positif tetapi tetap
divaksinasi BCG, sehingga kemungkinan diantara mereka sudah menderita TB
sebelum divaksinasi. Kini diakui vaksinasi BCG setidaknya dapat menghindarkan
terjadinya TB paru berat pada anak, tuberkulosis milier yang menyebar keseluruh
tubuh dan meningitis tuberkulosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa
menyebabkan kematian pada anak (Depkes
RI, 2001,2002b).
Jika dilihat angka Nasional dari
hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 2002–2003 cakupan
Imunisasi BCG telah mencapai target yaitu sebesar 82,5%. Hasil studi
pendahuluan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 12 Mei
2007, diperoleh data bahwa pada tahun 2006 di Balai Pengobatan Penyakit
Paru-paru Ambarawa terdapat 426 anak yang menderita Tuberkulosis dan pada
tanggal 12 Mei 2007 terdapat 5 anak balita yang menderita Tuberkulosis paru dan
3 anak balita yang tidak menderita Tuberkulosis Paru, dimana dari 8 anak balita
tersebut, 7 anak balita sudah diberikan imunisasi BCG dan 1 anak balita tidak
diberikan imunisasi BCG dan anak balita tersebut tidak menderita TB Paru.
Berdasarkan masalah diatas penulis berminat untuk melakukan penelitian mengenai
hubungan pemberian imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak
balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah ini adalah : “Apakah
ada hubungan pemberian Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada
anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa?”
Tujuan
Penelitian
Tujuan umum penelitian ini yaitu
diketahuinya hubungan pemberian Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru
pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan
tujuan khususnya adalah : Pertama, diketahuinya data Imunisasi BCG pada anak
balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, diketahuinya kejadian
tuberkulosis paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa.
METODE
PENELITIAN
Jenis
Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
Non Eksperimen dengan design penelitian studi komparatif yang bersifat Case
Kontrol (Retrospektif), yaitu penelitian yang berusaha melihat kebelakang,
artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi
(Nursalam, 2003). Populasi dan Sampel Penelitian Populasi merupakan seluruh
subyek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat,
2003). Populasi penelitian ini adalah semua anak balita dan orang tua anak
balita, dimana anak balita tersebut sedang menjalani pengobatan di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa, dengan jumlah populasi 97 anak balita (
50 kasus dan 47 kontrol ).
Sampel adalah bagian dari populasi
yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki. Teknik pengambilan sampel
pada penelitian ini dengan menggunakan teknik Non Random Sampling jenis
Sampling Jenuh yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil anggota populasi
semua menjadi sampel (Nursalam, 2003), dengan kriteria inklusi sebagai berikut
: Anak dan orang tua, dimana anak tersebut sedang menjalani pengobatan di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa, anak berumur dibawah 5 tahun, dan
bersedia menjadi subyek penelitian. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah :
tidak memiliki KMS dan orang tua atau keluarganya tidak ada yang mengingat sama
sekali tanggal lahir dan imunisasi yang sudah diberikan, dan tidak bersedia
menjadi subyek penelitian.
Kasus dalam penelitian ini adalah
anak balita yang menderita penyakit Tuberkulosis paru dan sedang menjalani
pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa pada bulan Mei 2007
sampai dengan Juni 2007, Sedangkan kontrolnya anak balita yang tidak menderita
penyakit Tuberkulosis paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Dari 50 kasus yang diambil terdapat 3 anak balita
yang masuk dalam kriteria eksklusi, dengan demikian sample yang diperoleh tepat
94 anak yang terdiri dari 47 kasus dan 47 kontrol.
Lokasi dan
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa, dengan alamat Jln. Kartini No. 20
Ambarawa Kabupaten Semarang 50611, pada bulan Mei-Juni 2007. Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa diambil sebagai lokasi penelitian dengan
pertimbangan lokasi cukup dekat dengan tempat tinggal peneliti dan dapat
mewakili seluruh populasi.
Instrument
Penelitian
Alat ukur dan alat Bantu yang
dipakai yaitu kuesioner untuk wawancara, dilengkapi dengan Kartu Menuju Sehat
(KMS) untuk cross-check tanggal lahir dan imunisasi yang telah diberikan.
Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau
hal–hal yang diketahui (Arikunto, 2006). Kuesioner untuk mengukur variabel
pemberian imunisasi BCG dan variabel kejadian tuberkulosis paru pada anak,
peneliti menggunakan kuesioner berbentuk pertanyaan tertutup (Closed Ended)
jenis Dichotomous Choice, yaitu pertayaan yang hanya menyediakan 2
jawaban/alternatif, dan responden hanya memilih satu diantaranya (Arikunto,
2006).
Teknik
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan
mengisi kuesioner yang berbentuk pertanyaan tertutup yang diberikan kepada
orang tua balita yang memenuhi sampel. Bila ada responden yang menolak terlibat
atau berpartisipasi dalam penelitian, peneliti mencari pengganti yang sesuai
dengan kriteria sampel. Ada dua macam data yaitu : Data Primer, diperoleh
secara langsung dari responden secara langsung dari responden melalui
penyebaran kuesioner kepada orang tua anak balita yang menjadi sampel
penelitian. Hasil penyebaran kuesioner tersebut dicatat dalam lembar jawab
kuesioner dan selanjutnya dilakukan pengkodean untuk mempermudah analisa data,
untuk mendapatkan kasus dilakukan penyebaran kuesioner kepada orang tua balita
yang menderita penyakit Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan
di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan kontrol diperoleh
dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit
selain Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, Data sekunder didapat dari
register anakdi Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa yang meliputi
nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, nama orang tua, alamat rumah,
dan status kesehatan anak balita.
Analisis
Data
Penelitian ini menggunakan analisis
data secara kuantitatif, yaitu : Analisis Univariat untuk menggambarkan
karakteristik masing–masing variabel yang diteliti dengan menggunakan
distribusi frekuensi. Analisis Bivariat untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan
variabel bebas (pemberian imunisasi BCG) dengan variabel terikat (kejadian
Tuberkulosis paru anak). Uji statistik yang digunakan adalah
Rasio Odds (Ψ) dengan Interval kepercayaan 95% (Riwidikdo, 2006). Adapun
formulasi Rasio Odds (OR) adalah sebagai berikut :
Adapun cara menarik kesimpulan nilai rasio odds adalah
sebagai berikut : Pertama, apabila
OR > 1, artinya mempertinggi resiko. Kedua, apabila
OR = 1, artinya tidak terdapat asosiasi/hubungan. Ketiga, OR < 1, artinya
mengurangi resiko.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL
PENELITIAN
Gambaran Umum Responden
Penelitian ini dilakukan di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 14 Mei–12 Juni 2007, dengan
jumlah responden 94 yang terdiri dari 47 responden sebagai kasus dan 47
responden sebagai kontrol. Adapun karakteristik responden berdasarkan umur dan
jenis kelamin dapat dijelaskan sebagai berikut : Penderita Tuberkulosis paru
pada anak balita yang menjadi subyek penelitian di Balai Pengobatan Penyakit
Paru-paru Ambarawa sebagian besar berumur ≤ 3 tahun (68%) (tabel 1). Penderita
Tuberkulosis paru pada anak balita yang menjadi subyek penelitian di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa sebagian besar berjenis kelamin
laki-laki (60%) (tabel 2). Berdasarkan hasil tabulasi untuk pemberian imunisasi
BCG dari 94 responden (47 kasus dan 47 kontrol), dapat dijelaskan bahwa
sebanyak 91 responden (96,8%) dan yang tidak mendapat imunisasi BCG sebanyak 3
responden (3,2%) (Tabel 3).
Responden yang menderita
Tuberkulosis Paru sebanyak 47 responden (50%) dan responden yang tidak menderita
Tuberkulosis Paru sebanyak 47 responden (50%) (tabel 4). Analisis Bivariat
dengan melihat nilai Rasio Odds (OR) dengan interval kepercayaan (CI) 95% yang
dilakukan dengan tabulasi silang (crosstab) dalam Descriptive Statistik. Adanya
hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada
anak balita. Hal ini ditunjukkan dengan nilai OR < 1 yaitu, OR= 0,489 pada
variabel pemberian imunisasi BCG dengan interval kepercayaan batas bawah 0,043
dan batas atas 5,586 (tabel 5). Berikut ini disajikan tabulasi 1 sampai dengan
5 yang ditampilkan secara berurutan :
Tabel
1. Karakteristik responden berdasarkan umur di Balai Pengobatan Penyakit
Paru-paru Ambarawa pada tanggal 14 Mei-12 Juni 2007
Umur
|
Kasus
|
Kontrol
|
Total
|
|||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
|
≤ 3 tahun
|
32
|
68
|
19
|
40
|
51
|
54
|
≥ 3 tahun
|
15
|
32
|
28
|
60
|
43
|
46
|
Total
|
47
|
100
|
47
|
100
|
94
|
100
|
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa
pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Jenis Kelamin
|
Kasus
|
Kontrol
|
Total
|
|||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
|
Perempuan
|
19
|
40
|
22
|
47
|
41
|
44
|
Laki-laki
|
28
|
60
|
25
|
53
|
53
|
56
|
Total
|
47
|
100
|
47
|
100
|
94
|
100
|
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 3. Pemberian Imunisasi BCG pada balita di Balai
Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa
Pemberian
Imunisasi BCG
|
Frekuensi
|
%
|
Imunisasi BCG
|
91
|
96,8%
|
Tidak
Imunisasi BCG
|
3
|
3,2%
|
Total
|
94
|
100%
|
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 4 Kejadian Tuberkulosis Paru yang didapat dari
register anak
balita balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa
Kejadian
Tuberkulosis Paru
|
Frekuensi
|
%
|
Tuberkulosis
Paru
|
47
|
50 %
|
Tidak
Tuberkulosis Paru
|
48
|
50 %
|
Total
|
94
|
100%
|
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 5. Hasil Analisis Bivariat Hubungan Pemberian
Imunisasi BCG
dengan Kejadian Tuberkulosis Paru
Pemberian
Imunisasi BCG
|
Kasus
|
Kontrol
|
Total
|
OR (95% CI)
|
|||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
||
Imunisasi
BCG
|
45
|
96
|
46
|
98
|
91
|
97
|
0,489
|
Tidak Imunisasi BCG
|
2
|
4
|
1
|
2
|
3
|
3
|
(0,043 -5,586)
|
Total
|
47
|
100
|
47
|
100
|
94
|
100
|
Sumber : Data Primer dan Data Sekunder, , tahun 2007
Pembahasan
Imunisasi BCG.
Berdasarkan hasil penelitian
bahwa sebagian besar responden mendapatkan imunisasi BCG yaitu sebanyak 91
responden (96,8%). Hal ini berarti responden tersebut telah diberikan imunisasi
BCG. Pemberian imunisasi BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang
dianalisa untuk memprediksi kejadian TB paru pada anak. Pemberian imunisasi BCG
dapat melindungi anak dari meningitis TB dan TB Milier dengan derajad proteksi
sekitar 86%(Wahab,2002). Pada hal ini menimbulkan hipotesis bahwa BCG
melindungi terhadap penyebaran bakteri secara hematogen, tetapi tidak mampu
membatasi pertumbuhan fokus yang terlokalisasi seperti pada TB Paru. BCG yang melindungi anak dari lepra dengan perkiraan kemampuan
proteksi bervariasi dari 20% di Birma sampai
80% di Uganda (Wahab,2002).
Kejadian Tuberkulosis Paru.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan peneliti mengambil 47 responden yang menderita TB
Paru. TB Paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberkulosis yang menyerang paru (Utama,2003). Kuman ini
berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan sehingga dikenal Basil Tahan Asam(BTA). Penderita TB BTA positif
sebagai perantara penyebaran kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
darah) pada waktu batuk dan bersin (Depkes RI, 2002). TB pada anak didasarkan
atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulosis. Sehingga
harus memperhatikan hal-hal yang mempunyai sejarah berkaitan erat dengan
penderita TB BTA psitif, tes tuberkulosis yang positif (>10mm). Gambaran foto
rontgen sugestif TB, terdapat reaksi kemerahan lebih cepat (dalam 3-7 hari)
setelah imunisasi BCG. Batuk lebih dari 3 minggu, sakit dan demam lama atau berulang
tanpa sebab yang jelas, berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak
naik dalam satu bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik, serta
gejala-gejala klinis spesifik (pada kelenjar limfe, otak, tulang dan
lain-lain), (Depkes, RI, 2002).
Tuberkulosis
Paru yaitu Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi :
1) TB paru BTA positif : bila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
hasilnya BTA positif, atau satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan
foto rontgen dada menunjukkan gambaran TB aktif. 2) TB paru BTA negatif : bila
pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hal ini dikarenakan kejadian TB
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: umur, jenis kelamin, imunisasi BCG,
status gizi, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Air Susu Ibu (ASI), pendidikan
Ibu, kebiasaan merokok dalam keluarga (Depkes RI,2002).
Hubungan Antara Pemberian Imunisasi BCG
dengan Kejadian TB Paru
Pada Anak Balita.
Pemberian
imunisasi BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang dianalisis untuk
memprediksi kejadian tuberkulosis paru anak. Dari hasil analisis diketahui ada
45 kasus (96%) yang mendapat imunisasi BCG dan 2 kasus (4%) yang tidak mendapat
imunisasi BCG. Secara statistik variabel tersebut menunjukkan hubungan yang
bermakna. Pada analisis Bivariat didapatkan Rasio Odds (RO) pada interval
kepercayaan (CI) 95% sebesar 0,489 yang berarti anak penderita Tuberkulosis
Paru tidak mendapatkan imunisasi BCG lebih besar 0,489 kali dibanding anak yang
tidak menderita Tuberkulosis Paru. Dengan demikian hipotesis penelitian
diterima.
Hasil penelitian
ini sejalan dengan penemuan Briassoulis (2005) bahwa imunisasi BCG tidak
sepenuhnya melindungi anak dari serangan Tuberkulosis Paru, juga teori Utama
(2003) bahwa tingkat efektivitas vaksin BCG 70-80% bisa melindungi sebagian
besar rakyat dari kuman Tuberkulosis.
Penelitian Pizzo
dan Wilfert (1994) dapat disimpulkan bahwa sel – sel Imunokompeten tubuh telah
terbentuk sempurna pada waktu bayi lahir, maka dengan memberikan vaksinasi BCG
lebih dini akan menimbulkan respon imun yang lebih dini pula, terutama respon
imun seluler bukan respon imun humoral. Karena respon imun berkaitan erat
dengan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit maka hasil penelitian yang
dilakukan penulis memberikan indikasi bahwa pemberian imunisasi akan
menumbuhkan daya tahan tubuh terhadap penyakit Tuberkulosis dengan demikian
dapat mencegah Tuberkulosis Paru lebih awal.
Pada penelitian
yang dilakukan penulis, anak balita yang menderita Tuberkulosis Paru sebagian
besar sudah mendapatkan imunisasi BCG karena kebijakkan Departemen Kesehatan RI
pada tahun 2002 bahwa anak yang lahir di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan
yang memadai imunisasi BCG diberikan segera setelah lahir.
Anak balita yang
tidak imunisasi BCG diperoleh dari anak yang bertempat tinggal jauh dari fasilitas
kesehatan yang memadai dan orang tua lupa atau tidak mengetahui informasi
tentang imunisasi BCG terhadap anaknya yang seharusnya diberikan Imunisasi BCG
dalam masa inkubasi (setelah lahir atau sampai umur 2 bulan).
Anak yang telah
diberikan imunisasi BCG (ada jaringan parut atau scar pada lengan kanan)
dan ternyata menderita Tuberkulosis Paru besar kemungkinan karena anak
telah terinfeksi kuman Tuberkulosis sebelum diberikan Imunisasi BCG atau
anak menderita Tuberkulosis Paru karena faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti seperti
status gizi, bayi berat lahir
rendah, air susu ibu (ASI), pendidikan
ibu, dan kebiasaan merokok dalam keluarga.
Berdasarkan
hasil analisis Bivariat ternyata anak balita yang tidak imunisasi BCG sangat
berperan terhadap hubungan pemberian imunisasi BCG dengan kejadian Tuberkulosis
Paru pada anak balita. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa anak yang tidak
imunisasi BCG mampu meningkatkan kejadian Tuberkulosis paru pada anak balita
(OR=0,489; 95% CI= 0.043 - 5,586). Anak balita yang tidak imunisai BCG
mempunyai kecenderungan mengalami Tuberkulosis Paru sebesar 0,489 kali
dibanding anak balita yang mendapatkan imunisasi BCG. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa imunisasi BCG dapat mengurangi resiko kejadian Tuberkulosis
Paru pada anak balita.
KESIMPULAN
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa hasil yang
diperoleh adalah sebagai berikut : Pertama, Anak balita yang berobat di Balai
Pengobatan Penyakit Paru - paru Ambarawa, sebagian besar responden diberikan
imunisasi BCG. Kedua, Kejadian Tuberkulosis paru sebagian besar terjadi pada
anak yang tidak diberikan imunisasi BCG. Ketiga, Ada hubungan yang bermakna
secara statistik antara pemberian imunisasi BCG dengan kejadian Tuberkulosis Paru
pada anak balita.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2005, Bayi berat lahir rendah,
Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available:
http://www.biomed.ee.itb.ac.id/telemedika/m_balita.php?table=bblr.
Arikunto, S, Prof, Dr, 2002, Prosedur
penelitian suatu pendekatan praktek,
Rineke cipta,
Jakarta.
Atmosukarto,k., 1993, pengaruh status
gizi pada kesakitan balita karena
tuberkulosis
di Indonesia,
Majalah kesehatan masyarakat Indonesia, 48:8-
11.
Badan Kordinasi Keluarga Berencana
Nasional, 2002-2003, Survey dmografi
dan
kesehatan Indonesia,
Jakarta.
Beneson, A.S., 1996 Control of
communicable disease in man, 15th ed, American
Public Health
Association, Washington DC.
Buor, D., 2001, Mother’s education and
child hood mortality in Ghana, Health
Policy, 64:297-309,
Available: http://www.sciencedirect.com.
Davies, P.D.O., 1993, Hubungan antara
merokok dengan tuberculin, warta TB,
02/IX:1-7.
Departemen Kesehatan RI, 1994, Tetanus
neonatorum dan bayi berat lahir
rendah, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2001, Waspadai
tuberkulosis pada anak, Diambil
pada tanggal 4
Desember 2006, Available: http://www.ppmplp.depkes.go.id.
Departemen Kesehatan RI, 2002a, Pedoman
Nasional Penanggulangan
tuberkulosis,
cetakan ke-8, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002b, Pedoman
Nasional Program Imunisasi,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002c,
pemantauan pertumbuhan balita, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2007, Penyebaran
tuberkulosis tahun 2004, Kompas,
Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005, Laporan
program
Penanggulangan Tuberkulosis Paru tahun
2001-2005, Semarang.
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2006, Laporan
program
penanggulangan
tuberkulosis paru tahun 2005, Semarang.
Gerdunas-TBC, 2002, Program
penanggulangan tuberklosis, modul-1 pelatihan
penanggulangan
tuberklosis nasional, Jakarta.
Ghoto, R,G,, 1993, Why mother’s milk is
best, Diambil pada tanggal 4 Juli 2006,
Available: http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
Ghufron, A., 1994, Smoking and alcohol
consumtion as risk factors for
developing
pulmonary tuberculosis,
Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.sciencedirect.com.
Hidayat, Alimul.Aziz.A., 2003, Riset
keperawatan dan tehnik penulisan ilmiah,
Salemba Medika,
Jakarta.
Huebner, R.E., 1993, The tuberculin
skin test, Clinical Infectious Disease, &:968-
975.
Karyadi, E., 2003, Aspek gizi dan
imunitas pada penderita tuberculosis, Gizi
medik Indonesia,
2(6):8-10.
Lanasari, R., 1990, Program imunisasi
dan permasalahannya di Indonesia,
Cermin Dunia
Kedokteran, 65:3-4.
Machfoedz, Ircham, M.S, 2005, Tehnik
membuat alat ukur penelitian bidang
kesehatan
keperawatan dan kebidanan,
Fitramaya, Yogyakarta.
Moedjiono,A.W., 2007, penanggulangan
tuberklosis, Kompas No,259.23 Maret
2007.hal 42,
Jakarta.
Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Edisi 1, Salemba Medika, Jakarta.
Pittard, W.B., 1998, Klasifikasi bayi
berat lahir rendah, Edisi bahasa Indonesia
(4):100-129,
EGC, Jakarta.
Riwidikdo, H, S. Kp, 2006, Statistik
Kesehatan: Belajar Mudah Teknik Analisa
Data
Dalam Penelitian Kesehatan,
MITRA CENDEKIA Press, Yogyakarta.
Roitt, I.M.,1997, Essential immunology,
9th ed, Blackwell Science, London.
Roth, A., 2004, Low birth wight and
calmette-Guerin bacillus vaccination at birth,
Diambil pada
tanggal 2 April 2007, Available:
http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
Santoso, G.M., 1994, Tuberkulosis paru,
pedoman diagnosis dan
terapi.Laboratorium/smf Ilmu kesehatan
anak, Rumah sakit umum Dr. Soetomo,
Surabaya.
Utama, A., 2003, Tuberkulosis,
Diambil pada tanggal 4 Juli 2004, Available:
http://www.infeksi,com/penyakit.
Wahab, A.Samik,, 2002, Sistem Imun
Imunisasi dan penyakit imun, Cetakan
pertama, Widya
Medika, Jakarta.
WHO, 1993, Breastfeeding in maternal
and newborn health, Diambil pada
tanggal 21 April
2007, Available: http://www.who.int/reproductive-health/
bublication.
WHO, 1994, TB-A global emergency, WHO
report on the tuberkulosis epidemic,
(WHO/TB/94.177),
Geneva.
WHO, 2002, Nutrient adequacy of
exclusivebreastfeeding for the term infant
during
the fist six months of life,
Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.int/child-adolescent-health.
WHO, 2003, global tuberculosis control:
Country profil Indonesia, Diambil pada
tanggal 9
Agustus 2006, Available:
http://www.who.int/gpt/publication/index.htm.